Pasti Anda semua setuju kalau setiap tempat yang kita kunjungi, baik untuk tujuan bisnis maupunberlibur, pasti meninggalkan kenangan entah itu kenangan indah ataupun tidak. Kenangan tercipta karena ada cerita muncul didalamnya. Tidak selalu cerita pemandangan indah yang mampu menghipnotis kita selama beberapa saat mammpu menciptakan memori tersendiri di benak kita.
Lalu kenangan indah apa yang membekas dari dua nusa bersaudara, Lembongan dan Ceningan? Tentulah tiga hari saja tidak cukup untuk menggambarkan seluruh detail gambaran yang dimiliki kedua pulau yang bersebelahan dengan Nusa Penida ini. Tapi aku akan coba menggambarkan apa saja yang kulihat, kurasakan, dan kubawa dari kedua pulai cantik ini. Bukan sebuah cerita panjang yang menggerakkan hati tapi setidaknya cukup untuk menjadi refleksi. *tsaaahh*
Kampung Turis
Kayaknya nggak perlu dijelasin lagi kenapa aku tulis satu poin pertama di atas. Bali. Pulau Dewata yang -barangkali- jadi rumah kedua bagi para turis mancanegara dan menjadi tujuan utama bagi mereka pencinta vitamin sea. Sama seperti Bali pada umumnya, di Lembongan ini aku temukan banyak turis manca berwisata disini, bahkan ada yang tinggal disini ya. Hampir tiap sudut jalan bisa kau temui turis ini berjalan kaki, naik sepeda motor, atau naik angkutan.
Ada dua spot populer tujuan turis di Lembongan, yakni Desa Jungut Batu dan Desa Lembongan. Nah buat turis-turis backpacker ini, Jungut Batu lebih 'ramah' alias jadi tujuan utama ketimbang di Mushroom Bay yang banyak didirikan resort/hotel yang sangat merogoh kocek dalam-dalam.
Saking banyaknya turis manca disini, salah satu warung di Jungut Batu menjual beragam produk impor seperti mayones, nuttela, paprika, bir (tentu saja! yay!), dan lain-lain untuk memenuhi kebutuhan turis manca. Meski harga barang disini jelas lebih mahal dari pulau Bali karena butuh ongkos transport tambahan untuk sampai ke Lembongan. (Fyi: untuk sampai ke Lembongan butuh waktu 30 menit dari Pantai Sanur)
Ada satu angkutan box tersendiri yang rutin berkeliling ke warung-warung di Jungut Batu untuk menyetok barang-barang kebutuhan disini.
Desa Jungut Batu atau dikenal dengan Santorini-nya Bali. Tampak penginapan dan restauran menghiasi sudut-sudut pulau ini. |
Helm dan plat nomor adalah barang asing disini
"Nggak usah pake' helm nggak papa. Nggak ada polisi disini."
Jawab seorang gek (kakak perempuan)saat aku minta helm karena ingin berkeliling dengan motor di Lembongan.
"Diketawain orang kamu kalau pakai helm disini."
Kata seorang gek penjual nasi kuning kepada kami saat kami bercerita bahwa tidak diberikan helm ketika sewa motor.
Tadinya kami berpapasan dengan dua bule yang naik motor pakek helm, makanya kami balik homestay untuk minta pinjam helm dan takut juga karena jalan disana berliku-liku, takut kena apa-apa. Benar saja, banyak orang nggak pakek helm disini. Motor tanpa plat nomor pun banyak bertebaran disini. Karena pulaunya kecil dan dipisahkan oleh perairan maka aman-aman saja untuk menaruh motor sembarangan dipinggir jalan. Toh siapa yang mau mencuri motor kan? Karena pelakunya pasti mudah ditemukan dan susah untuk dibawa keluar pulau.
Semua orang "bisa" punya tanah disini
Kesimpulan ini saya ambil setelah terlibat dalam percakapan singkat dengan seorang gek penjual nasi kuning yang kita sambangi setelah bermain di Dream Beach.
Aku: "Itu kalau lokasi Cliff Jump kok sekarang sepi, nggak ada-apa ya?"
gek: "Oh itu iya lagi sengketa, bermasalah tempatnya."
aku: "Sengketa gimana? Nggak ada IMB atau gimana?"
gek: "Disini ga usah pakek ijin-ijinan. Kamu beli tanah disini bisa juga,
ga ada yang punya tanah disini."
Mungkin maksud si gek gak semudah itu juga ya beli tanah disana. Pada intinya si gek mau bilang kalau siapapun bisa (dengan mudah) beli tanah disitu dan mendirikan rumah.
Seperti yang kita tahu kalau banyak resort, hotel, restauran disana banyak dimiliki oleh investor asing hanya saja kepemilikan disana diatas namakan oleh warlok alias warga lokal. Mungkin udah jadi rahasia umum ya. Seperti juga waktu malam ketiga kami menginap di sebuah hostel yang lagi hits di Nusa Ceningan. Saat kami ngobrol dengan salah seorang pegawainya, dia bercerita bahwa penginapan tersebut dimiliki oleh seorang warga negara Perancis namun kepemilikannya diatasnamakan oleh salah seorang warga sekitar. Dia juga bercerita kalau ada salah seorang kerabatnya yang sampai mengakui 4 villa di Bali.
"Sebulan nggak ngapa-ngapain terima duit banyak."
Jelasnya menerangkan kalau penduduk yang "dipinjam" namanya itu jelas mendapatkan pemasukan dari penghasilan villa/resort tanpa berbuat apa-apa.
Langit mendung di atas Cliff Jump (Ceningan) yang sudah lengang tak dikelola |
Here for the first time ever, I saw Manta ray!!!
Salah satu tujuan utamanya adalah menikmati keindahan bawah lautnya dan sebagai bonusnya aku ngeliat manta ray!!! Ternyata manta itu gede dan buat aku mereka agak spooky yadengan mulutnya yang menganga dibawah dan ''saya'' yang lebar. Kita bisa berenang didekat mereka tanpa takut diserang meski mereka akan terlihat mendekatimu sesekali dan itu yang bikin aku sedikit ngeri. Mereka makan plankton maka jangan kaget kalau kamu akan sering merasa tersengat saat berenang di spot Manta ini. Untungnya cuaca saat itu cerah jadi kita bisa dengan jelas melihat manta. Pokoknya seru!!! Sayangnya kita belum ada underwater camera jadi belum bisa dokumentasi deh.
Land of seaweed
Menjadi petani rumput laut mungkin menjadi profesi yang juga tidak sedikit digeluti oleh para penduduk di pulau ini, selain sektor pariwisata yang mendominasi. Hampir di setiap kami melintasi pesisir Nusa Ceningan ini kami menjumpai penduduk yang sedang bertani maupun mengumpulkan rumput laut. Sayangnya kami belum menemukan hasil produk kemasan dari rumput laut ini, semoga saja ini karena kami yang kurang eksplor saja. Uniknya kalau perairan antara Lembongan dan Ceningan ini surut atau di musim panas, penduduk bisa melewati kedua pulau ini tanpa melewati jembatan alias jalan kaki!
Petani rumput laut menggarap lahannya. Jika air surut, lahan pertanian rumput laut akan terlihat jelas dan orang bisa menyebrang langsung ke Lembongan/Ceningan tanpa melalui jembatan |
No comments:
Post a Comment