Pages

29 July, 2021

A Post in My 30th Birth Day🍰

 29 Juli 30 years ago...


Age is just a number they say. Ya iya sih. Bagiku juga gitu. Sekarang kupikir-pikir, umur nggak berarti apa-apa kalau ngga ada yang berubah signifikan di hidup kita. Neither a year ago nor today, aku masih menghadapi kecemasan yang sama, bedanya mungkin jadi nambah aja karena sekarang udah ada si kecil hahahaha ya for most people, imho, being older means more burden to bear. Tapi nggak selalu juga begitu juga. Ada orang yang usianya makin tua, jadi makin chill, santuy atau nggak serius-serius amat hidupnya.

Anyway, bicara soal menjadi dewasa. Tepat di hari ini juga entah kenapa aku dicurhatin seorang teman dekat (bagiku) yang cerita soal bagaimana ia merasa belum matang secara emosi dan itu dianggap belum dewasa. Aku ngga bisa jawab banyak, karena apa yang ia alami hampir serupa denganku. Dan menurutku ngga papa juga sih, saat kita belum dewasa dan sudah bagus malah kita nyadar dan berniat mau memperbaiki / upgrade diri kita.

Jadi what's the point I would deliver is, being adult is not that easy and it's okay to admit it. Just feel it. Live your life!


Happy Thursday!🍻

24 June, 2021

Update Cerita Kehidupan: Hamil dan Melahirkan

 Hello blog!

Tiga tahun berselang dari aku terakhir nulis di blog ini, ternyata aku sudah menjadi perempuan dengan seorang anak hahahaha What a magical life it is! 

I never imagined that! Banyak hal yang ingin kutulis, berbagai perasaan overwhelmed menjadi ibu, drama kehamilan dan melahirkan and so on and so on.

Rutinitasku berubah dalam sekejap. Ada prioritas baru yang harus dijaga. Ada seorang anak yang harus kurawat dan kubesarkan dengan kasih sayang dan kesabaran hahahaha skip.

Sebenernya pengen nulisin pengalaman kemarin melalui kehamilan dengan gentle birth, yang menurutku sih gentle yaaa

tapi musti mulai dari mana ya?

Well, let's start from the scratch !

Kehamilan

Aku tahu hamil saat sudah lewat usia kandungan 7 minggu, ternyata belajar kespro ngga serta merta bikin aku bener-bener well prepared sama masa kehamilan. Diawali dari keganjilan di tubuhku yang aku coba menerka-nerka, payudara terasa nyeri tiap dibuat tidur, nggak nyaman, sering mual dan tentunya terlambat haid.

Aku sempat telat cek lab, karena menunggu reagen atau apalah dari lab milik pemerintah yang tak kunjung ada kabar. Alhasil aku tes TORCH untuk memeriksa potensi risiko di kehamilanku. Ternyata aku shock dong, begitu tau kalau ada hasil yang positif, yaitu rubella. Sempat galau, nangis dan dibawa pikiran. Akhirnya nyari alternative opinions, and long story short, berakhir juga kegalauanku. 

Takut Perineum Robek

Aku mulai cari tahu, gimana mempersiapkan kehamilan, karena aku punya ketakutan besar tentang melahirkan akibat cerita pengalaman buruk si anu si itu. Akhirnya aku beli buku tentang gentle birth nya Bidan Yessi, mulai ikut yoga sendiri atau sesekali latihan bareng meski saat itu awal pandemi Covid-19, beli rekaman afirmasi positif, ndengerin audio afirmasi tiap malam menjelang tidur, bahkan aku masih nge gym hahahaha inget banget aku paksain buat ikutan peleton, sebenarnya karena alesan sayang member nya bakal nggak kepakai makanya terus ikutan kelas-kelas atau latihan sendiri, meski udah gak ikutan Body Combat.

Sempet pengen ikut pijet perineum hahaha tapi belum jadi. Karena aku pengen punya perineum utuh saat lahiran, biar nggak drama sakitnya. Meski at the end, it was not that bad, at all!

Akhirnya, yang ditunggu pun tiba.

Menjelang kelahiran, aku mencari doula, orang yang bakal bantuin aku lahiran, mendampingin lebih tepatnya. Karena aku tidak didampingi suamiku (kami LDM) dan aku butuh orang yang betul-betul bisa membantuku melalui ini dengan profesional (apansih). Singkat cerita, aku ketemu doula ku harusnya ada 1-2 kali pertemuan sebelum Due date, tapi karena lahiranku tiba duluan sebelum kami bertemu jadilah kami baru bertemu di kamar inap. Tapi kita udah ketemu sih, di kelas online buat bahas persiapan kelahiran yang mana aku juga udah ikutan kelas private. Aku inget banget nanyain soal KPD atau ketuban pecah dini, gimana cara ngadepinnya dan seperti apa tandanya. Beneran dong, aku ngalamin KPD besokannya. 

Nggak tahu rasanya kontraksi

Kata orang ini sakit banget. Tapi aku nggak tahu kayak apa tandanya, maksudnya kalau nggak ngerasain langsung mana tau kan? Meski secara teori kubaca berkali-kali, kalau tanda-tandanya demikian demikian. Menurutku sakitnya kayak mules orang lagi menstruasi, belakangan kontraksi yang lebih nggak nyaman itu kalau kita lagi mules kayak kebelet boker. Nggak enak banget kan?
Tapi kalau di gentle birth, itu adalah gelombang cinta. Pertanda buah hati mau lahir. Malam hari aku udah ngilu kesakitan tapi masih bisa ditahan, buat rebahan dan glundang glundung, jam 2 pagi aku kebangun karena gempa. Jam 5 pagi kebangun tiba-tiba karena ngerasa ada yang nggak beres dan beneran langsung air mengucur dari vagina begitu aku berdiri. Kutahan ga bisa dong, air terus ngalir. Wah beneran nih, udah rembes ketubannya. Tapi kok nggak berenti? Yah, jangan-jangan ketubannya pecah duluan, padahal belum bukaan. Singkat cerita, aku ke rumah sakit nunggu habis subuh dan ketemu orang tuaku di RS. Oiya aku udah menginap di rumah mertua sejak masa kehamilan akhir, karena rumah mertua dekat dengan RS aku kontrol. Kalau KPD udah nggak bisa tuh goyan-goyang, jalan-jalan atau gerakin panggul. Karena harus bed rest agar cairan ketuban nggak habis sebelum adik lahir. Akhirnya aku bed rest sambil menikmati gelombang pacuan. Aku di pacu dari jam 10 pagi, kemudian jam 4 sore, lalu jam 10 malam. Dari awalnya bukaan satu sempit jadi cuma bukaan 1 longgar di jam 10 malam. Panik dong? Panik lah! 

Gimana sih lahiran nggak didampingin ibu sendiri dan malah orang yang baru pertama ketemu, alias doula?

Aku ditemani adik ayah, yang udah pengalaman melahirkan lima kali. Karena emang masih muda dan available maka bulik bisa nemenin aku di RS. Oiya karena faktor usia dan kenyamanan kamar inap, ibuku tidak kuminta dampingi dan memang tidak akan banyak membantu hahahaha... Doula baru dateng jam 10 sata aku dipacu dengan obat ketiga. Sebelum datang aku telponan sama suami, kita nyanyi-nyanyi lagu favoritku, lagu-lagunya Bob Marley sambil menunggu doula dan buat mengalihkan rasa nggak nyaman. Akhirnya begitu doula dateng, aku mulai dipijat, biar rada enakan. Meskipun pada akhirnya aku memilih melaluinya 'sendiri' saja. Doula aku suruh diam, hahahaha dan duduk saja. Aku coba merem sambil atur nafas dan visualisasi. 

Lama kelamaan aku mengganti posisi rukuk seperti shalat sampai akhirnya terasa pengen pup dan saat di VT (vaginal touch) udah bukaan 9. Dibawalah aku di kamar bersalin. Doula membantuku sekali melewati proses ini, mengingatkan apa yang bisa dilakukan agar mempermudah semua proses. Bahkan sempat video call suami untuk menyaksikan aku bersalin. Akhirnya jam 2 pagi anakku lahir yaaaay!

Berat 3,050 kg, lahir di hari pertamaku cuti. Semua sesuai afirmasi hahahaha.

Habis lahiran kami nunggu beberapa saat dengan ngobrol sama bulik dan doula. 

Di situ doula menegaskan kalau apa yang kulalui tidak seburukku yang kukira, tadinya aku sempat kapok sama rasa kontraksi yang kualami. Tapi dia sendiri yang menyaksikan bagaimana aku handle itu semua, dan dia bilang tidak ada yang traumatik, seharusnya, bagiku. #imho

Oiya saat dijahit perineumku, doula sangat membantuku dengan menenangkan dan mengalihkan fokusku agar tetap tenang. 

Kurasa makin kesini, gentle birth membuktikan kalau lahiran itu nggak bikin kapok sih hehehehe

17 June, 2018

NEWS

Hello..

Udah lama banget yak aku gak nulis di blog ini. Banyak hal sudah terjadi di dalam hidupku sejak aku post tulisan terakhir di blog (tahun lalu). Telah banyak peristiwa, kabar baik dan hal-hal penting lain yang terjadi di dalam hidupku.


  1. Aku sudah mengundurkan diri dari pekerjaan full time pertamaku sejak Bulan Februari 2017.
  2. Aku kembali diterima bekerja purna waktu di Bulan Oktober 2017.
  3. Di Bulan Mei 2018 aku (akhirnya) menikah, satu hal yang masih bisa belum kupercaya sampai saat ini wkwkwk
  4. Ayahku pensiun baru saja di Minggu ketiga Bulan Mei 2018. Ini artinya kedua orangtuaku sudah pensiun semua dan sehari-hari akan banyak menghabiskan waktu di rumah.
  5. Satu persatu teman dekatku menikah dan mulai meninggalkan Jogjakarta.
  6. Right after aku resigned, aku akhirnya pergi juga ke Lombok (finally!), sebuah tempat yang kuidamkan untuk berlibur meski saat itu tujuanku adalah untuk mengunjungi sanak famili.



Well, people come and go after all, life changes. C'est La Vie~

Fotoku tadi sore (17/6) di Dermaga Kereng Bangkirai, Palangkaraya, Kalimantan Tengah




07 September, 2017

Mentabukan Menstruasi

India girl kills herself over 'menstruation shaming'

31 August 2017, India

A 12-year-old schoolgirl from southern India has killed herself after a teacher allegedly humiliated her over a blood stain from menstruation.
In a suicide note, she accused the teacher of "torturing" her.
Although the girl did not mention period shaming in her letter, the mother says her daughter was asked to leave the class because of the stain.
Menstruation is taboo in parts of rural India. Women are traditionally believed to be impure during their periods.
Police say they have registered a case of suicide and are investigating. The incident took place early on Sunday in Tirunelveli district in the state of Tamil Nadu.
"I do not know why my teacher is making complaints against me. I still can't understand why they are harassing and torturing me like this," the student said in her suicide note.
It began: "Amma [mother], please forgive me."
Her mother accused the teacher of having beaten her daughter in the past for not doing her homework.
''My daughter got her periods while she was in school last Saturday," her mother told BBC Tamil. "When she informed the teacher, she was given a duster cloth to use as a pad.
"The teacher made my daughter stand outside the class. How can a 12-year-old withstand such humiliation?" she asked.
The girl killed herself a day later.
The school told the BBC it was co-operating with police.

Sumber: http://www.bbc.com/news/world-asia-india-41107982


Hallo semua!
Berita memilukan datang dari seorang gadis berusia 12 tahun dari India Selatan yang mengakhiri hidupnya setelah dipermalukan oleh seorang guru saat ia menstruasi. Gadis itu adalah adik, teman, anak dan saudari kita. Gadis itu adalah kita.
Siapa yang mendengar berita tersebut sudah pasti akan marah, kesal, jengkel dan tidak habis pikir, seperti aku. Aku tahu betul rasanya mendapat perlakuan serupa di usia-usia tersebut.

.
.
.

Aku termasuk diantara mereka yang mengalami menstruasi di usia lebih awal, yakni sepuluh tahun. Aku adalah salah seorang diantara anak perempuan yang tidak mendapatkan informasi soal pubertas; apa yang harus dilakukan dan bagaimana menghadapi masa-masa pubertas. Segala informasi seakan datang terlambat padaku.
Hal ini membuatku ‘salah’ memperlakukan tubuhku sehingga aku tidak pernah nyaman saat menstruasi tiba, misalnya. Hal ini jauh berbeda ketika aku sudah dewasa.
Aku risih menggunakan pembalut, bahkan aku pernah salah memakainya. Ketidaknyamananku menggunakan pembalut menyebabkan cara berjalanku yang aneh, dan aku lebih sering duduk, membatasi gerak tubuh untuk beraktivitas sebab takut darah menstruasi menembus hingga ke celana atau rokku.
Di kalangan sebayaku, menstruasi dianggap tabu, sesuatu yang kotor, memalukan bahkan mungkin menjijikkan. Aku ingat betul saat aku dan teman-teman harus berbisik-bisik atau menggunakan kata lain untuk menyebut “menstruasi”. Kami seperti malu mengakui kalau diri kami sedang menstruasi. Mungkin kami malu karena dianggap dewasa terlalu dini (?), selain karena memang menstruasi adalah hal yang tabu untuk dibicarakan.
Sekolahku ketika itu adalah sekolah dasar berbasis agama Islam, di mana ibadah berjamaah dan membaca Alquran menjadi kegiatan yang rutin dilakukan. Ada kalanya bagi siswi perempuan tidak mengikuti kegiatan tersebut karena sedang menstruasi atau haid.
Saat tidak ikut sholat berjamaah atau mengaji bersama, kadang aku harus pura-pura ikut membaca Alquran agar tidak disangka sedang haid. Entah kenapa aku malu jika teman-teman, khususnya laki-laki, tahu bahwa aku sedang haid.
Belum lagi kalau sampai darah haid menembus pakaian. Malunya akan minta ampun!

Kupikir-pikir setelah sekian tahun ini, puncak dari segala situasi yang tidak nyaman itu terjadi saat aku kelas satu SMP. Tahun kedua atau ketiga aku mengalami menstruasi.
Di sekolah kami, sebagian siswi yang sedang haid kadangkala tidak mengikuti jam pelajaran olahraga. Seperti aku yang pernah tidak mengikuti kelas olahraga karena saat haid badanku terasa tidak fit dan aku masih belum terbiasa bergerak secara leluasa ketika menggunakan pembalut. Maka saat itu aku ijin untuk tidak mengikuti kelas kepada guru olahragaku, yang juga seorang perempuan.
Aku tidak menyangka respon yang kudapat atas permohonan ijin yang kusampaikan. Bukannya pemahaman atau simpati yang kudapat, justeru sentimen dan tuduhan yang tidak menyenangkan. Aku dianggap berbohong dan dituduh menghindari mata pelajaran olahraga dengan alasan haid. Baginya, haid tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak mengikuti olahraga atau dalam hal ini ‘menghindari’ kelasnya.

Reaksiku saat itu jengkel, sampai-sampai aku menangis (yang ini aku menyesal banget!) karena respon tidak ramah dari guruku tersebut. Aku heran kenapa ia sampai tega menuduhku berbohong? Salahkah jika aku tidak ikut olahraga ‘hanya’ karena nyeri haid?
.
.
Sebagaimana umumnya, ketidakhadiran murid dalam kelas atau mata pelajaran, turut mempengaruhi penilaian guru. Hal ini menjadi dilematis bagi siswi perempuan ketika menghadapi guru yang tidak sensitif seperti guru olahragaku. Siswi berhak untuk mendapatkan ijin tidak mengikuti kelas karena kondisi biologisnya, yang mana hal ini tidak bisa dihindari. Akan tetapi bagi guru yang tidak mentolerir kondisi tersebut dapat seenaknya menurunkan nilai siswi.

Kini ketika lebih dari satu dekade berlalu, mengingat pengalaman itu semakin membuatku marah dan menyesal karena tidak pernah bisa membalas sikap apatis guruku.
Haid bukanlah hal yang tabu, menjijikkan dan memalukan.
Haid adalah kondisi biologis yang alamiah terjadi.
Tidak sepatutnya kita mentabukan dan menyembunyikannya seolah aib atau kotoran.
Lagi-lagi, ini semua terjadi karena tabunya seksualitas dan kesehatan reproduksi, yang selalu disimpan rapat-rapat seperti bangkai yang jangan sampai terendus baunya!