Pages

24 June, 2021

Update Cerita Kehidupan: Hamil dan Melahirkan

 Hello blog!

Tiga tahun berselang dari aku terakhir nulis di blog ini, ternyata aku sudah menjadi perempuan dengan seorang anak hahahaha What a magical life it is! 

I never imagined that! Banyak hal yang ingin kutulis, berbagai perasaan overwhelmed menjadi ibu, drama kehamilan dan melahirkan and so on and so on.

Rutinitasku berubah dalam sekejap. Ada prioritas baru yang harus dijaga. Ada seorang anak yang harus kurawat dan kubesarkan dengan kasih sayang dan kesabaran hahahaha skip.

Sebenernya pengen nulisin pengalaman kemarin melalui kehamilan dengan gentle birth, yang menurutku sih gentle yaaa

tapi musti mulai dari mana ya?

Well, let's start from the scratch !

Kehamilan

Aku tahu hamil saat sudah lewat usia kandungan 7 minggu, ternyata belajar kespro ngga serta merta bikin aku bener-bener well prepared sama masa kehamilan. Diawali dari keganjilan di tubuhku yang aku coba menerka-nerka, payudara terasa nyeri tiap dibuat tidur, nggak nyaman, sering mual dan tentunya terlambat haid.

Aku sempat telat cek lab, karena menunggu reagen atau apalah dari lab milik pemerintah yang tak kunjung ada kabar. Alhasil aku tes TORCH untuk memeriksa potensi risiko di kehamilanku. Ternyata aku shock dong, begitu tau kalau ada hasil yang positif, yaitu rubella. Sempat galau, nangis dan dibawa pikiran. Akhirnya nyari alternative opinions, and long story short, berakhir juga kegalauanku. 

Takut Perineum Robek

Aku mulai cari tahu, gimana mempersiapkan kehamilan, karena aku punya ketakutan besar tentang melahirkan akibat cerita pengalaman buruk si anu si itu. Akhirnya aku beli buku tentang gentle birth nya Bidan Yessi, mulai ikut yoga sendiri atau sesekali latihan bareng meski saat itu awal pandemi Covid-19, beli rekaman afirmasi positif, ndengerin audio afirmasi tiap malam menjelang tidur, bahkan aku masih nge gym hahahaha inget banget aku paksain buat ikutan peleton, sebenarnya karena alesan sayang member nya bakal nggak kepakai makanya terus ikutan kelas-kelas atau latihan sendiri, meski udah gak ikutan Body Combat.

Sempet pengen ikut pijet perineum hahaha tapi belum jadi. Karena aku pengen punya perineum utuh saat lahiran, biar nggak drama sakitnya. Meski at the end, it was not that bad, at all!

Akhirnya, yang ditunggu pun tiba.

Menjelang kelahiran, aku mencari doula, orang yang bakal bantuin aku lahiran, mendampingin lebih tepatnya. Karena aku tidak didampingi suamiku (kami LDM) dan aku butuh orang yang betul-betul bisa membantuku melalui ini dengan profesional (apansih). Singkat cerita, aku ketemu doula ku harusnya ada 1-2 kali pertemuan sebelum Due date, tapi karena lahiranku tiba duluan sebelum kami bertemu jadilah kami baru bertemu di kamar inap. Tapi kita udah ketemu sih, di kelas online buat bahas persiapan kelahiran yang mana aku juga udah ikutan kelas private. Aku inget banget nanyain soal KPD atau ketuban pecah dini, gimana cara ngadepinnya dan seperti apa tandanya. Beneran dong, aku ngalamin KPD besokannya. 

Nggak tahu rasanya kontraksi

Kata orang ini sakit banget. Tapi aku nggak tahu kayak apa tandanya, maksudnya kalau nggak ngerasain langsung mana tau kan? Meski secara teori kubaca berkali-kali, kalau tanda-tandanya demikian demikian. Menurutku sakitnya kayak mules orang lagi menstruasi, belakangan kontraksi yang lebih nggak nyaman itu kalau kita lagi mules kayak kebelet boker. Nggak enak banget kan?
Tapi kalau di gentle birth, itu adalah gelombang cinta. Pertanda buah hati mau lahir. Malam hari aku udah ngilu kesakitan tapi masih bisa ditahan, buat rebahan dan glundang glundung, jam 2 pagi aku kebangun karena gempa. Jam 5 pagi kebangun tiba-tiba karena ngerasa ada yang nggak beres dan beneran langsung air mengucur dari vagina begitu aku berdiri. Kutahan ga bisa dong, air terus ngalir. Wah beneran nih, udah rembes ketubannya. Tapi kok nggak berenti? Yah, jangan-jangan ketubannya pecah duluan, padahal belum bukaan. Singkat cerita, aku ke rumah sakit nunggu habis subuh dan ketemu orang tuaku di RS. Oiya aku udah menginap di rumah mertua sejak masa kehamilan akhir, karena rumah mertua dekat dengan RS aku kontrol. Kalau KPD udah nggak bisa tuh goyan-goyang, jalan-jalan atau gerakin panggul. Karena harus bed rest agar cairan ketuban nggak habis sebelum adik lahir. Akhirnya aku bed rest sambil menikmati gelombang pacuan. Aku di pacu dari jam 10 pagi, kemudian jam 4 sore, lalu jam 10 malam. Dari awalnya bukaan satu sempit jadi cuma bukaan 1 longgar di jam 10 malam. Panik dong? Panik lah! 

Gimana sih lahiran nggak didampingin ibu sendiri dan malah orang yang baru pertama ketemu, alias doula?

Aku ditemani adik ayah, yang udah pengalaman melahirkan lima kali. Karena emang masih muda dan available maka bulik bisa nemenin aku di RS. Oiya karena faktor usia dan kenyamanan kamar inap, ibuku tidak kuminta dampingi dan memang tidak akan banyak membantu hahahaha... Doula baru dateng jam 10 sata aku dipacu dengan obat ketiga. Sebelum datang aku telponan sama suami, kita nyanyi-nyanyi lagu favoritku, lagu-lagunya Bob Marley sambil menunggu doula dan buat mengalihkan rasa nggak nyaman. Akhirnya begitu doula dateng, aku mulai dipijat, biar rada enakan. Meskipun pada akhirnya aku memilih melaluinya 'sendiri' saja. Doula aku suruh diam, hahahaha dan duduk saja. Aku coba merem sambil atur nafas dan visualisasi. 

Lama kelamaan aku mengganti posisi rukuk seperti shalat sampai akhirnya terasa pengen pup dan saat di VT (vaginal touch) udah bukaan 9. Dibawalah aku di kamar bersalin. Doula membantuku sekali melewati proses ini, mengingatkan apa yang bisa dilakukan agar mempermudah semua proses. Bahkan sempat video call suami untuk menyaksikan aku bersalin. Akhirnya jam 2 pagi anakku lahir yaaaay!

Berat 3,050 kg, lahir di hari pertamaku cuti. Semua sesuai afirmasi hahahaha.

Habis lahiran kami nunggu beberapa saat dengan ngobrol sama bulik dan doula. 

Di situ doula menegaskan kalau apa yang kulalui tidak seburukku yang kukira, tadinya aku sempat kapok sama rasa kontraksi yang kualami. Tapi dia sendiri yang menyaksikan bagaimana aku handle itu semua, dan dia bilang tidak ada yang traumatik, seharusnya, bagiku. #imho

Oiya saat dijahit perineumku, doula sangat membantuku dengan menenangkan dan mengalihkan fokusku agar tetap tenang. 

Kurasa makin kesini, gentle birth membuktikan kalau lahiran itu nggak bikin kapok sih hehehehe