Kadang apa yang kita takutkan untuk dilakukan
sesungguhnya tidak seburuk apa yang dibayangkan.
Hal yang paling umum
sajalah: Meninggalkan Zona Nyaman atau
seperti yang saat ini sedang saya alami. Sebagian orang beranggapan bahwa hal
tersebut pasti akan dialami setiap orang. Misalnya saja saat
seseorang sudah selesai studi dan harus mencari pekerjaan di kota lain atau
bahkan di Negara lain, mau tidak mau ia harus meninggalkan rumah yang notabene menjadi zona aman atau zona nyaman bagi mereka. Di sisi lain, ada juga sebagian orang yang enggan untuk
meninggalkan zona nyamannya dan memilih untuk menetap di kota asalnya hingga
lanjut usia.
Bagi saya sendiri, yang sudah
duapuluh dua tahun tinggal di kota yang sama sejak lahir, tidak mudah
meninggalkan tempat yang memang sudah bikin nyaman. Tapi lagi-lagi apa yang
disebut nyaman bagi masing-masing
orang itu relatif ya. Kalau nyaman bagi
saya selama ini ya tinggal di Jogja, kota kelahiran dan dimana saya dibesarkan, bersama orang-orang terkasih, bisa
orangtua, teman, sahabat, pacar, sampai saudara. Kadangkala kenyamanan tersebut
bersifat fluktuatif hahaha, kadang sosok-sosok tersebut menyenangkan kadang
menyebalkan. But that’s not a big deal.
Namun bagi sebagian orang bisa jadi hal tersebut tidak membuat mereka nyaman.
Ada orang yang merasa tidak nyaman jika tinggal bersama orangtua mereka saat
sudah dewasa, ada juga yang merasa tidak betah tinggal di kota dimana ia
dibesarkan karena faktor lain.
Bagi saya, meninggalkan zona nyaman berarti: pergi dari rumah baik dalam tempo lama atau sesingkat-singkatnya tanpa orang-orang yang membuat saya nyaman yaitu orang-orang yang tidak memiliki relasi dekat.
Tiap kali pergi liburan
seperti keluar kota dalam tempo beberapa hari dan sendirian atau bersama
orang-orang yang sebelumnya tidak saya kenal, seringkali muncul semacam sindrom
yang bikin tidak nyaman. Sindrom ini memunculkan perasaan tidak nyaman dan
memunculkan banyak ketakutan dalam benak saya. Ketakutan-ketakutan ini seperti:
bagaimana jika saya tidak beradaptasi dengan lingkungan yang baru atau asing,
lalu bagaimana kalau saya tidak bisa berbaur dengan orang-orang yang sebelumnya
tidak saya kenal, hingga ketakutan jika terjadi hal buruk dalam perjalanan
namun biasanya saya usahakan untuk terus berpikiran positif dan menciptakan
rasa aman bagi diri sendiri. Ketakutan-ketakutan tersebut jarang terjadi jika
saya pergi berlibur atau melakukan perjalanan bersama sahabat, keluarga, atau
partner saya, ya kembali lagi bahwa bersama individu-individu tersebut saya
merasa nyaman dan aman.
Saat ini, sudah genap tiga
minggu saya meninggalkan rumah dan
bisa dibilang ini pengalaman pertama saya untuk hidup nomaden alias berpindah-pindah. Selama hampir dua minggu di awal
bulan ini saya baru saja melakukan perjalanan yang tujuannya memang untuk
liburan. Perjalanan tersebut memang cukup berbeda dari liburan-liburan
sebelumnya, karena selain saya harus berpindah-pindah ke empat kota berbeda,
saya juga sempat melakukan perjalanan sendirian setelah berpisah dengan dua
orang teman sebelumnya. Sepulangnya dari perjalanan tersebut saya masih harus
singgah di ibukota untuk menyelesaikan penelitian untuk tugas akhir saya,
hingga dua minggu kedepan.
Pada awalnya saya cukup ragu
dengan semua keputusan dan rencana yang saya buat. H-minus satu menjelang
perjalanan, saya mulai melakukan persiapan. Bersamaan dengan itu mulai bermunculan banyak pertanyaan yang mengganggu saya: Apa iya saya bisa melakukan perjalanan ini sendirian?
Apa iya saya akan merasa aman nantinya? Bagaimana nanti kalau saya bertemu
dengan orang yang berniat jahat terhadap saya? Kalau saya tidak menikmati
liburan yang saya rencakan bagaimana? Jika data yang saya cari saat penelitian
tidak ketemu bagaimana? Sungguh saya takut kalau tidak betah saat di Ibukota
nanti. Duh, kalau begini saya ingin tinggal di rumah saja: bangun siang, nonton
tivi, online depan computer seharian,
dan nongkrong sama teman.
Then, how’s my life so far?
Jauh dari bayangan saya!
Pertama, Liburan saya memang berjalan menyenangkan, diluar hambatan
yang memang sudah lazim terjadi sesuai prediksi. Saya banyak mendapatkan teman
di perjalanan, ada saja orang yang membantu kesulitan selama perjalanan saya,
banyak hal baru yang saya alami dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya, tentu
saja banyak pelajaran yang saya dapatkan selama ini.
Kedua, bayangan saya soal ketidaknyamanan saat tinggal di ibukota
memang benar adanya, but it’s not that
bad! Nggak seburuk pikiran saya. Memang berdiri bermenit-menit dan
berdesakan dalam KRL tiap pagi, terjebak dalam kemacetan dan kebisingan klakson
kendaraan saat didalam angkot, hingga susahnya menyeberang di jalan raya itu
bukanlah hal yang nyaman. Namun diluar itu saya justru menikmatinya! Mungkin
karena hal tersebut jauh berbeda dengan rutinitas saya selama ini yang biasa
menggunakan kendaraan pribadi, terbebas dari macet, dan serba cepat mau
kemanapun. Ya, saya menikmati hal-hal baru tersebut. Di Jogja, saya jarang
menggunakan transportasi umum, mau kemana-mana tinggal nak motor sendiri.
Jalanan juga nggak semacet di Jakarta, namun kemacetan disini memang tidak lagi
bisa ditolerir! Harus super sabaaaar.
Ketiga, meskipun jauh sebelum ini saya suka nyasar dan salah arah, namun
kini dua hal tersebut sudah lazim saya alami dan itu tidaklah buruk. Banyak hal
baru yang justru saya temui saat nyasar. Misalnya saat saya tersesat di Bangkok
sendirian, saya jalan terus saja hingga pada akhirnya saya menemukan sebuah
bangunan cantik semacam vihara yang ternyata di seberangnya ada Mall. Juga
selepas kunjungan di sebuah kuil di HCMC kami entah harus berjalan kemana untuk
mendapatkan angkutan umum, dan ternyata saat hilang arah tersebut kami
menemukan warung kopi dengan furniture unyu yang seru buat photoshoot. Hahaha!
Keempat, perjalanan yang berpindah-pindah dari satu kota ke kota
lain membuat kegiatan packing-unpacking
menjadi rutinitas yang biasa bagi saya. Dari sini jadi pembelajaran gimana saya harus gerak
cepat dan mengatur barang bawaan saya se-efisien mungkin untuk membuat perjalanan
nyaman dan aman. Meskipun saya cukup sedih saat tahu kalau se-kresek berisi baju kotor saya tidak
terpacking dalam backpack alias ketinggalan
di hostel saat di Phnom Penh.
Ternyata, meninggalkan zona
nyaman itu tidaklah seburuk yang dibayangkan. Banyak hal kita belajar dari situ
yang tidak akan pernah kita temui di perguruan tinggi manapun. Bukankah melakukan perjalanan itu adalah bagian dari seni bertahan hidup?
So, let’s get lost!
Ciao!