Menjelang jam
tidurku, tepatnya pada malam terakhir di Bangkok, aku sudah berpesan kepada
pemilik hostel bahwa aku akan check out pukul 4 pagi. Begitu pagi? Ya kereta
menuju Aranyaprathet berangkat sekitar jam 6 pagi jadi aku tidak mau kena macet
dijalan maka aku berangkat sangat pagi dari hostel.
Hari yang
kutunggu tiba. Persiapan berangkat menuju Aranyaprathet (distrik diThailand yang berbatasan dengan Kamboja) cukup membuatku gugup
dan sangat khawatir. Kenapa:
1.
Kali
ini aku akan melewati perbatasan Thailand-Kamboja secara mandiri alias
sendirian. Seorang travel buddy saya
sedang berada di Phuket dan baru akan menyusul ke Siem Reap keesokan harinya.
2.
Perbatasan
antar dua Negara ini terkenal banyak scammers
atau semacam calo yang bisa “menyesatkan”mu sewaktu-waktu atau menguras
uangmu jika kamu tidak dibekali informasi yang cukup.
Perjalanan
memakan waktu 12 jam. Di dalam kereta para penumpang akan diperiksa
identitasnya. Kamu akan lihat beberapa orang akan dibawa petugas entah kemana. Usut
punya usut banyak warga Kamboja yang bekerja di Thailand dan diantara mereka
ini mungkin memasuki Negara secara illegal sehingga pemeriksaan ketat di dalam
kereta perlu dilakukan. Termasuk bagi kita yang memiliki wajah tipikal alias
11-12 ini, tak luput dari kecurigaan petugas. Paspor diperiksa dan mereka
bilang “Ah ya, Indonesia.” Lalu selesai saja.
Tentunya
informasi teknis bagaimana agar aku sampai di perbatasan dengan aman dan sesuai
prosedur sudah aku cari jauh-jauh hari. Tapi seperti biasanya, begitu sampai di
stasiun tujuan aku celingukan mencari transportasi mana yang seharusnya aku
tumpangi untuk menuju perbatasan (masih 6 kilometer lagi).
Pertama, ada tuk tuk dan kemudian sebuah angkutan semacam truk tertutup atap (yang seharusnya ini aku tumpangi mengingat ongkosnya lebih murah dibandingkan dengan tuk-tuk). Seperti di Indonesia, para pengemudi angkutan cukup agresif mencari penumpang, tinggal bagaimana kamu percaya diri dan tidak terlihat bingung disana. Awalnya aku melihat truk tadi di kejauhan namun masih sepi penumpang. Aku sempat ragu-ragu menaikinya dan aku tidak melihat turis atau bule yang menghampiri kendaraan tersebut. Tidak jauh dari posisi aku berada ada dua orang bule perempuan yang sepertinya hendak naik tuk-tuk. Aku pun mendekatinya dan bermaksud mengajak patungan naik tuk-tuk. Berhasil.
Pertama, ada tuk tuk dan kemudian sebuah angkutan semacam truk tertutup atap (yang seharusnya ini aku tumpangi mengingat ongkosnya lebih murah dibandingkan dengan tuk-tuk). Seperti di Indonesia, para pengemudi angkutan cukup agresif mencari penumpang, tinggal bagaimana kamu percaya diri dan tidak terlihat bingung disana. Awalnya aku melihat truk tadi di kejauhan namun masih sepi penumpang. Aku sempat ragu-ragu menaikinya dan aku tidak melihat turis atau bule yang menghampiri kendaraan tersebut. Tidak jauh dari posisi aku berada ada dua orang bule perempuan yang sepertinya hendak naik tuk-tuk. Aku pun mendekatinya dan bermaksud mengajak patungan naik tuk-tuk. Berhasil.
Aku sudah tahu
kalau supir tuk-tuk ini akan menurunkan kami ke sebuah agen pengurus visa. Saat
sampai di lokasi, aku bilang kepada dua bule
ini kalau kalian tidak seharusnya disini dan sebaiknya mereka langsung ke “kantor
imigrasi” saja (tempat dimana kita akan diperiksa kelengkapan dokumen kita
untuk memasuki Kamboja). Bagi kita orang Indonesia tidak perlu visa untuk masuk
ke Kamboja.
Setelah
berargumen dengan si supir aku berjalan keluar dari kantor agen tersebut dan
kelihatannya si bule itu juga. Aku sudah mempunyai denah lokasi perbatasan,
dimana kantor imigrasi, pintu masuk, pintu keluar, dan aku menunjukkan kepada
si bule itu entah dia memperhatikan betul atau tidak. aku sempat salah masuk
pintu, namun kemudian diberitahu oleh petugas kemana seharusnya aku masuk.
Untuk informasi,
suasana di perbatasan ini cukup ramai (sekali lagi akan banyak calo yang agresif)
dan aku tidak melihat papan petunjuk yang jelas kemana aku harus pergi (mungkin
karena aku sudah penuh dengan kecemasan dan tidak tenang).
Proses masuk ke
imigrasi lancar dan aku melihat 2 bule tadi
juga sudah sampai disitu, syukur mereka tidak ‘tersangkut’ di calo/agen.
Setelah dari
keimigrasian kita harus menuju terminal untuk menuju kota Siem Reap dan disana
ada bus gratis yang disediakan untuk mengantarkan. Karena masih penuh dengan
kecemasan, aku sangat berhati-hati kendaraan mana yang harus kutumpangi. Lagi-lagi
ada seseorang yang menghampiriku dan menyuruhku menaiki sebuah bus yang dia bilang
itu akan mengantarku ke terminal. Aku awalnya ragu dan enggan mengikutinya,
(karena aku terlalu waspada kepada setiap orang). Saat memasuki bus, baru aku
dan 2-3 orang turis yang duduk tapi akhirnya bus penuh juga dan berangkat
menuju terminal.
Suasana perbatasan antara Thailand dan Kamboja. Foto dokumentasi pribadi. |