Pages

20 July, 2010

writing: simple but hard!

Berhubung disuruh nulis untuk buletin jurusan, Suryakanta, diperintahlah saya bersama Aura untuk menulis dan mewawancara seputara Kehidupan Mahasiswa semasa Tahun 1960-an. Ini tulisan saya belum digabungin sama hasil wawancaranya si Aura, maybe soon akan saya rilis ulang. Masih banyak khilaf dalam tulisan ini, so maklum plisss :) Here we go,


         Secara sosial-kultural kehidupan mahasiswa dari masa ke masa pastilah berbeda, gaya hidup mahasiswa tidak lepas dari fenomena zamannya. Terlebih lagi pada masa 60-an, masa dimana banyak orang menyebutnya era Orde Lama. Pada era ini Pemerintahan Soekarno begitu dominan dari politik Demokrasi Terpimpin, gencarnya gerakan revolusioner yang digalakkan oleh para pemuda, hingga Gerakan 30 September yang merupakan satu dari banyak peristiwa kontroversial yang terjadi di Ibu Kota saat itu. Dalam rangka semangat revolusi yang digalakkan oleh Soekarno, para mahasiswa membentuk gerakan revolusioner bernama Pemuda Rakyat. Semangat yang juga didengung-dengungkan oleh Bung Karno yaitu sikap anti-nekolim (neokolonialisme dan imperialisme), dimana saat itu terjadi pemboikotan besar-besaran terhadap segala hal yang berbau Barat. Hal ini yang membuat era 60-an berbeda dengan masa-masa sebelum atau sesudahnya. Unik untuk dikaji kemudian bagaimana kondisi kehidupan mahasiswa ditengah kemelut politik saat itu, terlebih di daerah ibu kota Jakarta. Kesan modern tentu belum tampak pada masa itu terlebih lagi pemerintah sedang gencar-gencarnya untuk mengkampanyekan anti-budaya barat.
            Gaya hidup mahasiswa saat itu jauh dari kesan modern dan justru sangat sederhana sekalipun bagi mahasiswa yang tinggal di Ibu Kota. Seperti yang tertuang dalam Jakarta 1960-an karya Firman Lubis, mahasiswa FKUI, dimana penulis menempuh pendidikan tinggi saat itu, mayoritas mengendarai sepeda sebagai transportasi ke kampus, sangat sedikit yang mengendarai sepeda motor diluar itu mereka menggunakan angkutan umum seperti oplet atau berjalan kaki. Dari segi gaya berpakaian belum ada mahasiswa yang memakai celana jeans seperti saat ini, selain harganya yang mahal dan belum diproduksi di dalam negeri, semangat anti-Barat begitu melekat pada masa itu sehingga bagi mahasiswa yang mengenakan jeans untuk kuliah buisa dianggap seorang kontrarevolusioner. Salah satu yang unik pada masa itu adalah belum ada mahasiswi yang mengenakan kerudung dan celana panjang, umumnya mereka memakai rokok. Televisi swasta belum boleh didirikan saat itu dan satu-satunya stasiun televisi yang ada hanyalah TVRI, itu pun baru mulai tayang pukul lima sore. Sedangkan RRI merupakan satu – satunya radio saat itu, sehingga salah satu hiburan bagi mahasiswa adalah menonton film di bioskop. Sekali lagi karena kuatnya semangat anti-Barat, maka film – film produksi Amerika dilarang tayang dan film yang diputar saat itu adalah film-film yang diproduksi oleh negara-negara sosialis seperti China, Rusia, Jepang, ataupun film nasional. Namun anehnya, Presiden Sekarno sendiri rutin menonton film Amerika setiap minggu di istana. Selain film, hiburan mahasiswa lainnya adalah mendengarkan musik melalui piringan hitam karena rekaman pita kaset belum ada saat itu. Musik yang menjadi trend di era itu adalah musik – musik pop Amerika, lagu-lagu dari Elvis Presley hingga The Beatles yang muncul di awal 60-an banyak disenangi remaja. Lagi – lagi semangat anti-nekolim menjadi alasan mengapa lagu-lagu The Beatles tidak diputar di Indonesia. Setelah itu mulai bermunculan musisi dalam negeri seperti Koes Plus bersaudara yang sempat ditahan karena dianggap sebagai kontrarevolusioner. Itulah sedikit gambaran kehidupan mahasiswa di era 60-an dimana gaya hidupnya sangat dipengaruhi oleh kemelut politik saat itu.
            Berbeda dengan ibu kota, Yogyakarta yang notabene sebagai kota pelajar, di era yang sama tentu juga memiliki gambaran berbeda mengenai kehidupan mahasiswanya. Berikut kutipan wawancara redaksi Suryakanta bersama Bapak Djoko Soekiman, salah satu dosen Ilmu Sejarah FIB UGM yang juga pernah menjabat sebagai dekan FIB selama 3 periode. Beliau merupakan salah seorang mahasiswa yang juga menuntut ilmu di Universitas Gadjah Mada pada era 60-an. 
Tugu Pancoran, belum ada gedung tinggi :))


PS: Suggestions are needed!

No comments:

Post a Comment